Saturday, October 4, 2014

Pendekatan Pengendalian Kaualitas Guna Meningkatkan Kualitas Produksi



Definisi Kualitas
Banyak ahli yang mendefinisikan apa itu kualitas. Menurut Juran, kualitas adalah Kecocokan penggunaan (1964), kesesuaian dengan spesifikasi (1988). Menurut Crosby, kualitas adalah kesesuaian dengan kebutuhan (1979). Menurut Feigenbaum, kualitas adalah Komposisi total akan memenuhi harapan pelanggan (1983). Menurut Deming, kualitas adalah Tujuan/sasaran pada kebutuhan pelanggan, sekarang dan di masa mendatang (1986). Menurut Taguchi, kualitas adalah Kerugian yang dialami oleh masyarakat (1986). Menurut ISO 9000 Totalitas dari ciri-ciri dan karakteristik suatu produk atau jasa untuk memuaskan kebutuhan eksplisit maupun tersirat (1992).

Dari bebrbagai pendapat ahli tersebut, kualitas bisa diartikan sebagai totalitas dari karakteristik suatu produk (barang atau jasa) yang menunjang kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan. Kualitas sering kali diartikan sebagai segala sesuatu yang memuaskan konsumen atau sesuai dengan persyaratan atau kebutuhan.
Tujuan dilakukannya pengendalian kualitas adalah untuk memperbaiki kualitas produk dan menurunkan ongkos kualitas secara keseluruhan.
Terdapat 2 pendekatan dalam pengendalian kualitas:
1.    On-line Quality Control
2.    Off-line Quality Control
On-line Quality Control
Merupakan suatu aktivitas untuk mengamati dan mengendalikan kualitas pada setiap proses produksi secara langsung. Pendekatan ini juga digunakan untuk mengontrol mesin-mesin produksi sehingga dapat mencegah terjadinya kerusakan pada mesin-mesin produksi tersebut. Usaha-usaha yang tercakup dalam on-line quality control adalah pengdiagnosaan dan penyesuaian proses, pengontrolan proses, dan inspeksi hasil proses. Usaha-usaha ini adalah pengendalian kualitas yang berlangsung saat proses produksi sedang berjalan.
Ada beberapa metode dalam on-line quality control, yakni :
·         Statistical Process Control : Melakukan pengamatan, pengendalian,dan pengujian pada tiap tahap proses produksi agar tidak dapat terjadi penyimpangan yang cukup besar.
·         Static Signal-to-Noise Ratio: Mereduksi variasi dengan menggunakan aplikasi dari robust design untuk memecahkan permasalahan dalam proses produksi.
·         Compensation : Berbagai rencana pengendalian untuk menjaga agar proses yang terjadi sesuai dengan target.
·         Loss Function-Based Process Control : Pengurangan terhadap seluruh biaya produksi termasuk biaya per unit, biaya inspeksi, dan biaya set-up yang diperlukan dalam pengendalian proses serta quality loss yang diakibatkan oleh sisa variasi pada output.
Off-line Quality Control
Pada bagian ini perancangan eksperimen merupakan peralatan yang sangat fundamental, dimana teknik ini mengidentifikasi sumber dari variasi dan menentukan perancangan dan proses yang optimal. Pengendalian kualitas secara off-line quality control adalah usaha-usaha yang bertujuan mengoptimalkan disain proses dan produk, sebagai pendukung usaha on-line quality control. Usaha ini dilakukan baik sebelum maupun setelah proses.
Rekayasa kualitas secara offline dibagi menjadi tiga tahap:
1.    Tahap I Perancangan Konsep
Tahap ini berhubungan dengan pemunculkan ide dalam kegiatan perancangan dan pengembangan produk, dimana ide tersebut dari keinginan konsumen. Model atau metode yang digunakan pada tahap ini antara lain:
ü  Quality Function Deployment: menterjemahkan keinginan konsumen ke dalam istilah teknis.
ü  Pugh Concept Selection Process: Mengumpulkan dan menyajikan informasi dari suatu system expert, dengan membandingkan beberapa keunggulan dan kualitas suatu system expert, dengan membandingkan beberapa keunggulan dan kualitas dari berbagai konsep untuk dikembangkan sehingga didapat konsep yang superior.
ü  Dinamic Signal-to-Noise Optimization: teknik untuk mengoptimalkan engineering function, resulting in robust, dan tunable technology.
ü  Theory of Inventive Problem Solving: Suatu koleksi tool yang didapat dari analisa literature yang berguna untuk membangkitkan pemecahan masalah teknis yang inovatif.
ü  Design of Experiments : Eksperimen faktorial penuh dan faktorial parsial untuk dapat mengetahui efek dari beberapa parameter serentak.
ü  Competitive Technology Assesment: melakukan benchmark terhadap sifat robustnees dari teknologi pengembangan internal dan eksternal.
2.    Tahap II Perancangan Parameter: Tahap ini berfungsi untuk mengoptimalisasi level dari faktor pengendali terhadap efek yang ditimbulkan oleh faktor lain sehingga produk yang ditimbulkan dapat tangguh terhadap noise. Karena itu perancangan parameter sering disebut sebagai Robust Design. Model atau metode yang digunakan dalam tahap ini antara lain:
Engineering analysis : Menggunakan pelatihan, pengalaman, dan percobaan untuk menemukan variabilitas dan respon yang efektif.
ü  Crossed Array Experiment : Sebuah perancangan ekperimen khusus dengan cara memanfaatkan interaksi antara faktor kendali dan faktor derau sehingga membuat sistem lebih tangguh.
ü  Dynamic and Static Signal -to- Noise Optimization : Mengoptimalkan suatu perancangan parameter untuk mengurangi variabilitas dengan menggunakan perhitungan rasio signal-to-noise.

3.    Tahap III Perancangan Toleransi: Merupakan tahap terakhir dimana dibuat matrik orthogonal, loss functionn, dan ANOVA untuk menyeimbangkan biaya dan kualitas dari suatu produk. Model atau metode yang digunakan pada tahap ini antara lain:
  • Quality Loss Function: Persamaan yang menghubungkan variasi dari performansi biaya produk dengan level deviasi dari target. 
  • Analysisof Variance (ANOVA): Suatu teknis statistik yang secara kuantitatif menentukan kontribusi variasi total, yang dibentuk dari setiap faktor derau dan faktor kendali.
  •  Design of Experiments : Eksperimen faktorial penuh dan faktorial parsial untuk dapat mengetahui efek dari beberapa parameter seara serentak

Sumber :

No comments:

Post a Comment